Rabu, 22 Juni 2011

Kepedulian Khalifah Umar bin Khattab


Suatu malam Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu anhu 

keluar untuk melihat keadaan rakyatnya. 

Ia disertai seorang pembantunya. 

Mereka berjalan berdua berjalan di lorong-lorong kota madinah. 

Di kejauhan Umar melihat nyala api. 

“Aku melihat ada yang kedinginan. Ayo kita ke sana!” 

kata Umar pada pembantunya. 

Umar dan pembantunya bergegas menuju ke tempat api itu menyala. 

Umar dan pembantunya mendekat. 

Mereka menemukan seorang wanita dan anak-anaknya yang masih kecil. 

Anak-anak itu sedang duduk mengitari periuk besar di atas api. 

Anak-anak itu mengeluh kelaparan. 

“Aku lapar Ummi, aku ingin makan Ummi…

sudah dua hari aku belum makan dan udaranya dingin sekali. 

Perutku perih.” Kata seorang anak. 

“Kau dan adik-adikmu tunggulah sebentar sampai makanannya masak!” 

jawab sang ibu menenangkan.
 
“Kami sudah menunggu sejak sore tadi, 

kenapa belum masak-masak juga, Ummi? 

Sampai kapan kami harus menunggu, Ummi?” 

sahut anak yang satunya. 

Ibunya diam saja. 

Saat itu Umar mendekat dan mengucapkan salam, 

“Assalamu ‘alaikum!”

“Wa’alaikum salam,” jawab sang ibu.
 
“Apakah aku boleh mendekat?” Tanya Umar. 

“Mendekatlah jika kamu membawa kebaikan. 

Jika tidak, pergilah!” 

“Apa yang sedang terjadi di sini?” 

“Kami sudah dua hari tidak makan. 

Kami kedinginan dan kelaparan!” 

Umar lalu mengamati anak-anak yang menangis di sekeliling periuk. 

Umar bertanya.  

“Kenapa mereka menangis?” 

“Kelaparan dan kedinginan” 

“Lalu apa yang ada di dalam periuk?” 

“Air, agar mereka diam dan tertidur.” 

“Apa kau tidak memberitahu pada Khalifah Umar?” 

“Seharusnya dialah yang harus tahu keadaan kami. 

Dia punya kuda juga ribuan pegawai dan tentara. 

Dia seharusnya tidak boleh tidur nyenyak di rumahnya 

sementara ada rakyatnya seperti kami yang kelaparan dan kedinginan.” 

Mendengar perkataan wanita itu, hati Umar sangat pedih. 

Wanita itu tidak tahu sama sekali   

Kalau yang ada di hadapannya adalah Khalifah Umar. 

Dengan cepat Umar langsung pergi mengajak pembantunya 

Ke gudang penyimpanan gandum. 

Umar mengambil satu karung gandum.

Umar berkata, “Ayo naikkan ke pundakku!” 

si pembantu mencegah dan berkata,  

“Jangan Khalifah, biarlah saya saja yang memanggulnya!” 

mendengar perkataan pembantunya Umar malah marah dan menghardik, 

“ Apakah kamu juga akan memanggul dosaku di hari kiamat kelak?” 

Sang pembantu diam tak bisa menjawab. 

Ia lalu menaikkan satu karung gandum itu ke pundak Umar. 

Lalu Umar juga menenteng  beberapa liter minyak samin. 

Dengan tergesa Umar berjalan menuju rumah wanita itu. 

Ia tidak perduli dengan beratnya beban dan dinginnya malam. 

Begitu sampai, api yang menggodok periuk itu hampir padam. 

Anak-anak yang menangis sudah tertidur. 

Umar meletakkan karung berisi gandum itu ke tanah. 

Juga minyak samin yang ditentengnya. 

Ia lalu memasukkan beberapa kayu bakar 

Dan meniupnya sampai api itu membesar kembali. 

Lalu keluar sebentar mencari air. 

Ia menambahkan air ke dalam periuk. 

Lalu mengambil gandum dan memasukkannya ke dalam periuk. 

Begitu mendidih Umar mengaduknya sampai matang. 

Ia berkata pada wanita itu,  

“Sekarang bangunkan anak-anakmu untuk makan.” 

Anak-anak yang kelaparan itu lalu bangun dan makan dengan lahapnya. 

Setelah itu mereka bermain-main lalu tertidur kembali dengan nyenyaknya. 

Wanita itu berkata, 

“Jazakkallah khaira, 

Semoga Allah membalasmu dengan pahala yang berlipat ganda!” 

sebelum pergi Umar berpesan,
 
“Besok datanglah kau ke tempat Khalifah 

Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, 

Beliau akan memberikan hakmu sebagai penerima santunan Negara!” 

Pagi harinya wanita itu berangkat ke tengah kota Madinah 

Untuk menemui Khalifah Umar bin Khattab rhadiallahu ‘anhu, 

Dan alangkah terkejutnya ketika ia tahu bahwa Khalifah Umar 

Adalah orang yang memanggulkan dan memasakkan roti gandum tadi malam.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar