Rabu, 04 Oktober 2023

9 Orang Ini Tidak Berhak Mendapatkan Harta Waris (1)ۨ

1. Ar-Riqqu Atau Hamba Sahaya

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata :

Budak adalah manusia yang tidak memiliki wewenang sendiri, tetapi dia dimiliki, boleh dijual, boleh dihibahkan dan diwaris. Dia dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Adapun (yang menjadi) sebab dia tidak mendapatkan warisan, karena Allah membagikan harta waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan dia (budak) tidak memiliki wewenang

Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat”

[Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]

Selanjutnya beliau berkata : Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya.

[Lihat Tashilul Fara’id : 21]

2. Al-Qatil Atau Membunuh Orang Yang Akan Mewariskan

Bila ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu membunuh orang yang akan mewariskan, misalnya ada anak yang tidak sabar menanti warisan ayahnya, sehingga ia membunuh ayahnya, maka anak tersebut tidak berhak mengambil pusaka ayahnya. Untuk lebih jelasnya, (lihat Muhtashar Al-Fiqhul Islami, hal. 774 oleh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwajiri.)

Dalilnya, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Pembunuh tidaklah memperoleh harta waris” 

[Hadits Riwayat Tirmidzi 3/288, Ibnu Majah 2/883, Hadits Shahih Lihat Al-Irwa’, hal. 1672]

Adapun pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap mendapat harta waris. Lihat Sunan Tirmidzi (3/288). Sedangkan jumhur ulama berpendapat, pembunuh tidak mendapat harta waris, baik dengan sengaja atau tidak . 

(Lihat Sunan Tirmidzi (3/288)).

3. Ikhtilaffud Din Atau Berlainan Agama Dan Murtad

Ahli waris lain agama, misalnya yang meninggal dunia orang Yahudi, sedangkan ahli warisnya Muslim, maka ahli waris yang Muslim tersebut tidak boleh mewarisi hartanya. Dan demikian juga sebaliknya.

Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tidak boleh orang Muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak boleh orang kafir mewarisi harta orang Muslim”  [Hadits Riwayat Bukhari 6/2484]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Mereka tidak mendapatkan harta waris karena antara keduanya putus hubungan secara syar’i. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada nabi Nuh ‘Alahis Salam menjelaskan anaknya yang kafir dengan firmanNya.

“Allah berfirman : “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik”

[Hud : 46]

Selanjutnya Syaikh menjelaskan : Ada dua perkara, bolehnya lain agama mewarisinya. Pertama : Al-Wala. Yaitu orang yang memerdekakan budak, dia mendapatkan warisan budak yang telah dimerdekakannya, walaupun lain agama. Kedua : Kerabat yang kafir lalu masuk Islam sebelum pembagian harta. 

(Lihat Tashilul Fara’id, hal.22). 

Tiga macam diatas dinamakan hajib washaf. Artinya, keberadaannya seperti tidak adanya, karena mereka tidak mendapat harta waris.

4. Al-Muthallaqah Raj’iah Atau Talak Raj’i Yang Telah Habis Masa Iddahnya

Wanita yang sudah habis masa iddahnya, tidak mendapatkan warisan dari suaminya yang meninggal dunia. Demikian pula sebaliknya. Tetapi bila meninggal dunia sebelum habis masa iddahnya, jika salah satunya meninggal dunia, maka mendapat harta waris. 

(Lihat Muhtashar Al-Fihul Islam oleh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwajiri, hal. 775). 

Dalilnya ialah “Dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabb-mu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang”

[At-Thalaq : 1]

Yang dapat diambil pelajaran dari ayat ini, jika isteri dalam masa iddah, maka statusnya masih isteri sampai keluar masa iddah. Karena itu si isteri harus tinggal di rumah suami, tidak boleh diusir atau keluar dari rumah suami, selama masa iddah.

5. Al-Muthallaqah Al-Bainah Atau Talak Tiga

Wanita yang dicerai tiga kali dinamakan thalaq ba’in. Bila suami menceraikannya dalam keadaan sehat, lalu meninggal dunia, maka si isteri tidak mendapat warisan. Demikian pula sebaliknya. Atau suami dalam keadaan sakit keras dan tidak ada dugaan menceraikannya karena takut isteri mengambil warisannya, maka si isteri tidak mendapat warisan pula. Tetapi bila suami menceraikannya karena bermaksud agar isteri tidak mendapatkan warisan, maka isteri mendapatkan warisan. 

(Lihat Mukhtashar Al-Fiqhul Islami, Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, hal. 775) 

Apa yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri bagian akhir ini benar, karena termasuk hilah atau rekayasa untuk menghalangi hak orang lain. Seperti halnya lima orang yang berserikat memiliki kambing dan jumlah kambingnya telah mencapai 40 ekor. 

Tiba waktu mengeluarkan zakat, mereka membaginya agar terlepas dari kewajiban mengeluarkan zakat. Jika mereka melakukan hailah (rekayasa) seperti ini, maka mereka tetap diwajibkan mengeluarkan zakat.

Referensi : 
https://almanhaj.or.id/2020-orang-yang-tidak-berhak-mendapat-harta-waris.html

•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•

Tidak ada komentar:

Posting Komentar